Deretan Kasus Hukum Paling Fenomenal
Sejak Orde Baru berdiri hingga Orde Reformasi sekarang ini, hukum Indonesia ibarat kisah sinetron televisi. Panggung meja hijau menampilkan isak tangis, ketidakadilan, dan skenario-skenario dari orang yang tidak tersentuh hukum secara silih berganti. Banyak kasus penyelesaiannya terkesan pilih kasih bahkan ada pula yang menguap tak berbekas. Ini terjadi dan akan tetap terjadi bila hukum dipandang sebagai alat oleh penguasa.
Bila hukum sudah dilegitimasi menjadi alat penguasa, ia akan menjadi mendek dan kaku. Tidak lagi mengikuti arus perkembangan zaman, dan bahkan gagal menjadi problem solving terhadap persoalan masyarakat. Dengan dalih asas setiap orang sama di mata hukum, penegakan hukum cenderung dilakukan dengan prinsip “pukul rata”, tanpa menimbang berat ringannya kejahatan dan besar kecilnya kerugian.
Buku bertajuk “69 Kasus Hukum Mengguncang Indonesia” karya Nur Muhammad Wahyu Kuncoro, S. H. ini mendedahkan secara kronologis kasus-kasus hukum yang menggegerkan tanah air sejak masa Orde Baru hingga Orde Reformasi.
Dimulai dengan bab perampasan kemerdekaan atas nama hukum. Dalam bab pertama ini, disebutkan misteri penembakan misterius atau ‘petrus’, petisi 50, tragedi kelompok Warsidi, penculikan aktivis pro-demokrasi 1998, kerusuhan Mei 1998, perampasan tanah Mesuji, hingga kematian aktivis HAM
Munir (hlm 8-41).
Membuka lembaran selanjutnya, kita akan dihadapkan kepada tulisan seputar tema kasus-kasus korupsi yang melegenda, akses keadilan bagi masyarakat kecil, kebijakan kriminalisasi, konflik SARA, hingga kasus kejahatan yang kebanyakan disebabkan karena faktor kejiwaan.
Simak saja tulisan tentang rekayasa pembunuhan Marsinah. Karena banyak pelanggaran normatif oleh PT Catur Putra Surya (CPS): upah minim, tak ada jaminan kesehatan, tekanan intimidasi kekerasan oleh penguasa militer serta bentuk pelanggaran lainnya, Marsinah dan para pekerja di PT CPS mengadakan aksi mogok kerja selama dua hari (3-4 Mei 1993).
Meski terdapat Surat Keputusan Bersama diantara PT dan para pendemo, ternyata sekelompok pekerja yang dianggap sebagai penggagas aksi mogok kerja tetap saja berurusan dengan pihak Kodim (Komando Distrik Militer) Sidoarjo Jawa Timur. Mereka didesak mengundurkan diri. Marsinar pun tidak terima sehingga protes dengan mempertanyakannya kepada pihak PT CPS.
Pada 8 Mei 1993, ajal menjemputnya. Marsinah ditemukan sudah tak bernyawa di sebuah gubuk di tengah sawah di Desa Jegong, Nganjuk, Jawa Timur. Ada 9 orang PT CPS yang didakwa membunuh Marsinah. Namun mereka dengan tegas mengaku tidak tahu menahu soal pembunuhan Marsinah, sehingga sejak dari pengadilan Negeri Sidoarjo hingga kasasi di Mahkamah Agung (MA), mereka dinyatakan bebas murni. Tentu saja banyak pihak kecewa atas hal ini sehingga muncul tuduhan bahwa penyelidikan kasus ini “direkayasa” (hlm. 55-56).
Beralih ke topik lainnya tentang tragedi konflik SARA. Diantaranya tragedi Poso, Sulawesi Tengah. Kerusuhan Poso secara garis besar di bagi dalam empat periode. Poso 1 (Desember 1998), disebabkan perkelahian antar pemuda yang kebetulan beda agama, lalu merentet menjadi pengrusakan pemukiman. Poso II (April 2000), juga dilatarbelakangi perkelahian pemuda beda agama.
Poso III (Mei 2000), kerusuhan lebih brutal dengan munculnya kelompok “Kelelawar Hitam” yang mengakibatkan pembantaian massal. Dan Poso IV (Oktober 2001), konflik semakin melebar. Bukan hanya antar-kelompok beda agama, melainkan juga terjadi konflik antar-penduduk lokal dengan aparat TNI serta Brimob. Akibat dari kerusuhan tersebut, tercatat kurang lebih 10 gereja serta 2 unit sekolah hancur dibakar massa. Terhitung pula 3.400 jiwa kehilangan tempat tinggal dan menjadi pengungsi di
tanah kelahirannya sendiri (hlm. 238).
Selain beberapa tragedi yang telah disebutkan di atas, masih banyak keganjilan kasus hukum lainnya yang belum terkuak. Pendeknya, bahwa perkara-perkara hukum fenomenal yang mewarnai sejarah bangsa seyogjanya menjadi pembelajaran yang sangat berharga bagi kita—yang hidup dalam beragam budaya, ras, suku, dan agama—untuk selalu menegakkan hukum dan keadilan tanpa pandang bulu.
Oleh karena itu, kiranya buku ini menjadi bahan bacaan wajib bagi para aparat penegak hukum, pegamat hukum, serta siapa saja yang ingin mengetahui lebih dalam kronologi peristiwa dan proses persidangan dari kasus-kasus hukum yang mengguncang di Indonesia. Selamat membaca!
Judul Buku : 69 Kasus Hukum Mengguncang Indonesia
Penulis : Nur Muhammad Wahyu Kuncoro
Penerbit : Raih Asa Sukses
Cetakan : I, Desember 2012
Tebal Buku : iv+284 halaman
ISBN : 978-979-013-190-3
Peresensi: Khotibul Umam, Mahasiswa Hukum Pidana IAIN Walisongo Semarang, 23 April 2013, esq-news.